Faculty of Health Technology
Permanent URI for this communityhttps://repository.unimerz.ac.id/handle/123456789/3
Browse
12 results
Search Results
Item GAMBARAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) DAN INTERLEUKIN-10 (IL-10) PADA PASIEN PNEUMONIA MENGGUNAKAN METODE ELISA(Perpustakaan Universitas Megarezky, 2025-08-19) AMELIA PADANUNPneumonia merupakan salah satu penyakit yang dikategorikan dalam penyakit menular yang dapat ditularkan melalui udara, sumber penularannya yaitu penderita pneumonia yang dapat menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk ataupun bersin. Pneumonia ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti, bakteri, virus dan jamur. Pada saat terjadi perandangan dalam tubuh sitokin akan merespon dan mengenali jenis patogen yang masuk kedalam tubuh. Interleukin-6 adalah sitokin proinflamasi yang memainkan peran penting dalam respon imun terhadap infeksi paru-paru, termasuk pneumonia. Peran IL-6 dalam pneumonia yaitu sebagai mediator sentral dalam respon inflamasi sistemik selama pneumonia dan Interleukin-10 adalah salah sitokin antiinflamasi yang memainkan peran penting dalam pembentukan respon imun selama infeksi di paru-paru, termasuk pneumonia. IL-10 ini berfungsi untuk menyeimbangkan respon inflamasi yang berlebihan selama infeksi paru-paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kadar interleukin-6 dan kadar interleukin-10 pada pasien pneumonia. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan 20 sampel pasien pneumonia. Kadar interleukin-6 dan interleukin-10 diukur menggunakan metode ELISA. Hasil penelitian pada 20 sampel pasien pneumonia diperiksa terjadi peningkatan pada kadar IL-6 dengan persentase (35%) dan kadar normal dengan persentase (65%) sedangkan pada kadar IL-10 tidak terjadi peningkatan dengan persentase (0%) dan kadar normal (100%).Item “HUBUNGAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) DENGAN FAKTORFAKTOR PENYEBAB INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK DI RSUD HAJI MAKASSAR”(PERPUSTAKAAN MEGAREZKY, 2025-08-16) ALFA SUKANDARInfeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit berupa infeksi akut, disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri dan virus yang menyerang saluran pernapasan atas atau bawah. ISPA sering terjadi pada anakanak karena diusia ini sistem imun anak masih belum berkembang dengan baik. Salah satu faktor penyebab ISPA yaitu adanya anggota keluarga yang merokok. Asap rokok dapat mempengaruhi mikroorganisme patogen dengan mudah menginfeksi anak dan melemahkan sistem imun anak sehingga terjadi inflamasi yang ditandai dengan peningkatan interleukin-6 (IL-6) dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar interleukin-6 (IL-6) pada anak ISPA yang terpapar asap rokok dan melihat hubungan faktor-faktor penyebab ISPA terhadap peningkatan kadar interleukin-6 (IL-6). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan 15 sampel anak ISPA dan diukur kadar IL-6 menggunakan metode ELISA. Hasil uji Mann Whitney U menunjukkan p-value kadar IL-6 pada anak ISPA yang terpapar asap rokok (p<0,005) dan uji Spearman Rho menunjukkan pvalue hubungan kadar IL-6 dengan usia (p>0,005), intensitas paparan dan kedekatan anak dengan anggota keluarga yang merokok (p<0,005). Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat perbedaan signifikan yaitu rata-rata kadar IL-6 untuk anak ISPA yang terpapar asap rokok secara langsung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang terpapar asap rokok secara tidak langsung dan terdapat hubungan yang signifikan antara kadar IL-6 dengan intensitas paparan dan kedekatan anak dengan anggota keluarga yang merokok, kecuali faktor usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kadar IL-6.Item PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN 6 (IL-6) SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA(PERPUSTAKAAN MEGAREZKY, 2025-08-15) AGUS INDRA JAYAAgus Indra Jaya (B1D120142) “Perbedaan Kadar Interleukin 6 (IL-6) Sebelum dan Sesudah Hemodialisa pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara”. Dibimbing oleh Desyani Ariza dan A Maya Kesrianti Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit. Pada keadaan penyakit ginjal yang kronik, pasien umumnya akan menjalani hemodialisa. Selama prosedur hemodialisa, respon inflamasi akan meningkat diikuti dengan peningkatan sitokin interleukin-6 (IL-6). IL-6 merupakan sitokin proinflamasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kadar interleukin 6 (IL-6) sebelum dan sesudah hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik dengan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan yaitu sampel serum pasien gagal ginjal kronik sebanyak 20 pasien yang diambil sebelum dan sesudah hemodialisa dan disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasil dari penelitian ini diperoleh median kadar IL-6 pasien sebelum hemodialisa sebesar 0,20 pg/ml dengan kadar terendah-tertinggi sebesar 0,07-0,99 pg/ml, sedangkan setelah hemodialisa diperoleh median sebesar 0,30 pg/ml dengan kadar terendah- tertinggi sebesar 0,09-1,44 pg/ml. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna secara signifikan pada kadar interleukin 6 (IL-6) sebelum dan sesudah hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik.Item ANALISIS KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) DAN KORELASINYA DENGAN C-REAKTIF PROTEIN (CRP) PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU(Perpustakaan Megarezky, 2025-08-15) SINTIA PUTRI SALMONTuberkulosis adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang saat ini menjadi global emergency karena telah menginfeksi sepertiga populasi penduduk didunia. Asia merupakan wilayah dengan penyebaran penyakit tertinggi di dunia. Ketika terjadi inflamasi pada Pasien Tuberkulosis Paru, sistem imun tubuh akan membentuk salah satu jenis sitokin yaitu Interleukin-6 (IL-6) dan membentuk protein fase akut yaitu C- Reaktive Protein (CRP). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar Interleukin-6 (IL-6) dan korelasinya dengan kadar C-Reaktive Protein (CRP) pada pasien tuberkulosis paru. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional laboratorik dengan menggunakan rancangan Cross sectional study. Penelitian ini menggunakan sampel serum pasien tuberkulosis paru kasus baru sebanyak 13 orang dan sampel kontrol sehat sebanyak 5 orang yang selanjutnya diukur kadar IL-6 menggunakan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan CRP dengan metode immunoassay fluoresensi menggunakan alat standard f200 analyzer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada IL-6 antara kelompok Tuberkulosis Paru dan kontrol sehat (p- value = 0.11), sedangkan terdapat perbedaan yang signifikan nilai CRP pada kelompok tuberkulosis paru dan kontrol sehat (p-value =0.001). Peningkatan kadar CRP dan IL-6 pada kelompok TB paru dapat menjadi indikator adanya infeksi tuberkulosis paru. Berdasarkan hasil uji statistik korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel Interleukin-6 dan C-Reaktive Protein pada kelompok Tuberkulosis Paru dan kontrol sehat (p=0.37), karena nilai p-value >0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel IL-6 dan CRP pada kelompok Tuberkulosis Paru dan Kontrol Sehat.Item ANALISIS KADAR IMUNOGLOBULIN GAMA (IgG) PADA PENDERITA DEMAM TIFOID MENGGUNAKAN METODE ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)(2025-08-15) DEWI INDRYANI AK.SDemam Tifoid adalah penyakit infeksi yang bersifat sistemik yang di timbulkan oleh bakteri Salmonella enterica subspesies enterica serovar typhi dengan tanda- tanda demam yang umumnya berlangsung lebih dari 7 hari. Bakteri Salmonella thypi merupakan bakteri gram negatif batang, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan berflagella (bergerak dengan rambut getar). tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar Imunlobulin Gama (IgG) pada penderita demam tifoid menggunakan metode Elisa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observasional laboratorik dan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan sampel pasien Demam Tifoid sebanyak 15 orang dan sampel pasien sehat sebanyak 5 orang yang selanjutnya diukur kadar imunoglobulin G (IgG) menggunakan metode Enzyme linked Immunosorbent Assay (ELISA). Berdasrkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kadar IgG antara kelompok demam tifoid dan kontrol sehat (sig = 0.043) atau <0,05, maka artinya ada hubungan yang signifikan antara kadar IgG dengan pasien yang terkena demam tifoid dengan pasien sehat. Dengan demikian, kadar Imunoglobulin G (IgG) yang diukur menggunakan metode Elisa dapat secara signifikan membantu dalam mendiagnosis penyakit demam tifoidItem ANALISIS CYSTATIN C PADA PASIEN DIABETES MEILITUS TIPE II DI RSUD KOTA MAKASSAR(2025-08-11) CELSI ADHEDiabetes Melitus Merupakan penyakit yang diakibatkan karena adanya gangguan metabolic yang ditandai dengan adanya kenaikan glukosa dalam darah akibat penurunan sekresi insulin di sel beta pankreas atau resistensi insulin. Diabetes mellitus ini dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi nefropati diabetic salah satu penyebab utama dari gangguan fungsi ginjal. Cystatin C mempunyai fungsi sebagai inhibitor protease sistein yang mempunyai berat molekul rendah (13kDa) yang disintesis semua sel berinti. Pemeriksaan cystatin c mengetahui adanya penurunun fungsi ginjal. Tujuan dari Penelitian ini untuk menganalisa kadar cystatin c pada pasien Diabetes Melitus Tipe II. Jenis penelitian yang dilakukan yang dilakukan ada deskriptif analitik yang bersifat Cross Sectional dengan menggunakan pasien DM Tipe II yang tidak terkontrol dengan kadar HBA1C > 7. 0%. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2022 dengan menggunakan sampel Diabetes Meilitus Tipe II sebanyak 15 sampel. Dalam penelitian ini menggunakan Metode Elisa (Enzymed Linked Immunosorbent Assay). Dari hasil penelitian yang didapatkan adalah pasien Diabetes Melitus Tipe II dalam pemeriksaan kadar cystatin c didapatkan 3 sampel yang mengalami peningkatan dan 12 sampel yang menunjukan normal.Item PERBEDAAN KADAR ZAT BESI PADA KASUS Multi drug resisten Tuberculosis (MDR-TB) DAN KASUS TB BARU DENGAN METODE Enzyme-linked Immunosorbent Assay(PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-08-08) APRILIA DWI WAHYUNI LEWAHERILLATuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Proses terjadinya infeksi oleh MTB biasanya secara inhalasi, Faktor lain yang dapat menjadi sumber penularan adalah lingkungan, gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Salah satu faktor infeksi TB yaitu gizi diantaranya defisiensi zat besi. Defisiensi besi menyebabkan penurunan kemampuan netrofil untuk membunuh bakteri, mengurangi respon limfosit, mengganggu aktivitas natural killer cell (sel NK). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar zat besi pada kasus Multi drug resisten tuberculosis (MDR-TB) dan kasus TB Baru dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional study yaitu mengukur kadar zat besi dalam plasma pasien MDR-TB dan pasien TB Kasus Baru dengan ELISA. Sampel pada penelitian ini sebanyak 20 sampel pasien TB Kasus Baru dan 10 sampel pasien MDR-TB. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata kadar zat besi pada pasien MDR-TB (16,88 µmol/L) lebih rendah dibandingkan dengan pasien TB kasus baru (22,03 µmol/L). Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien MDR-TB yang telah diberi pengobatan lini 1 yaitu isoniazid dan rimpafisin mengalami defisiensi zat besi.Item ANALISIS KADAR INTERLEUKIN-4 (IL4) PADA PENDERITA KECACINGAN MENGGUNAKAN METODE Enzyme-Linked immunosorben Assay (ELISA(2025-08-04) A. NURUL IKHSANIKecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelompok helminth (cacing), membesar dan hidup dalam usus halus manusia, pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk, terutama pada anak- anak. Pada pasien yang mengalami kecacingan akan menyebabkan terjadinya respon imun yang berlebih terutama pada pra inflamasi salah satunya IL-4. Desain penelitian ini adalah observasi laboratorik dengan pendekatan cross sectional study Dimana pada penelitian ini menggunakan sampel feses untuk menentukan telur cacing yang menginfeksi dan mengukur IL-4 Pasien kecacingan dengan menggunakan sampel darah metode ELISA. Hasil penelitian menunjukkan 10 sampel positif terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang), trichuris trichiura (cacing cambuk). Sedangkan kadar interleukin-4 menunjukkan rata-rata kadar pada penderita kecacingan lebih tinggi dibandingkan kelompok control sehat, sehingga dapat di simpulkan bahwa kadar IL-4 Meningkat secara signifikan pada pasien kecacingan dibandingkan dengan orang sehat. Uji Kruskal-Wallis mengindikasikan adanya perbedaan signifikan antara kedua kelompok dengan nilai p < 0,05 (p = 0,019). Hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk menunjukkan data berdistribusi normal pada kedua kelompok (p > 0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa infeksi kecacingan dapat mempengaruhi kadar IL-4 sebagai bagian dari respons imun tubuh.Item “ANALISIS KADAR CYSTATIN C PADA IBU PREEKLAMPSIA”(UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-05-05) OKTAVIN LOBOPreeklampsia merupakan sindrom kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria, pada preeklampsia terjadi penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Cystatin C merupakan salah satu protein berat molekul rendah (13kDa) yang terdiri dari 120 asam amino, yang hanya difiltrasi oleh glomerulus, Cystatin C dapat menjadi pamameter yang cukup menjanjikan untuk menilai laju filtrasi glomerulus pada ibu Preeklampsia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar Cystain C pada ibu Preeklampsia serta mengetahui hubungan antara kadar Cystatin C dengan umur dan derajat preeklampsia. Jenis penelitian dengan desain Cross Sectional Study, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan, yaitu total sampling. Metode penelitian ini menggunakan metode ELISA, untuk melihat nilai kuantitatif kadar Cystatin C pada pada sampel serum ibu Preeklampsia. Hasil dari penelitian ini, di dapatkan dari 15 sampel diperoleh 6 diantaranya mengalami peningkatan kadar Cystain C dengan rentang nilai 1,3-2,5 mg/dl dengan nilai normal kadar Cystatin C 0,5-1,2 mg/dl, berdasarkan hasil uji Chi-Square tidak terdapat hubungan antara kadar Cystatin C dengan umur pada pasien ibu Preeklamsia dan terdapat hubungan antara kadar Cystatin C dengan tekanan darah pada pasien ibu preeklamsia, maka dapat disimpulkan bahwa ada terjadi gangguan faal ginjal pada ibu preeklampsia.Item “ANALISIS KADAR TUMOR NECROSIS FAKTOR-ALPHA (TNF-α) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS AKTIF DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT KOTA MAKASSAR”(UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-05-02) NADIA ANASTASIA PANGKEYTNF-α merupakan pusat dari respon imun protektif terhadap M. tuberculosis dan berperan penting dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal. TNF-α juga melakukan beberapa fungsi yang penting dalam sitokin yaitu sebagai pertahanan inang melawan M. tuberculosis selama fase akut ataupun kronis. TNF-α merupakan sitokin yang sebagian besar diproduksi oleh monosit atau makrofag dan juga TNF-α dapat diproduksi oleh banyak sel, misalnya sel mast, sel endotel, jaringan saraf, limfosit T dan B dan sel Natural Killer (NK). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar TNF-α pada penderita Tuberkulosis Aktif Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar. Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasi laboratorium dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study dengan menggunakan 47 sampel plasma pada penderita tuberculosis aktif dengan menggunakan metode ELISA dan diperiksa di laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC). Hasil penelitian ini didapatkan nilai rerata kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif adalah 188,10 pg/ml. Nilai tertinggi kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif berdasarkan usia yaitu antara usia 41-51 tahun 290 pg/ml dan terendah pada usia 19-29 tahun 110 pg/ml. Sedangkan hasil berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata TNF-α tertinggi pada laki-laki yaitu 71.66 pg/ml dan terendah pada perempuan yaitu 69.81 pg/ml. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bahwa kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif didapatkan meningkat yaitu 188,1 pg/ml hal ini sesuai dengan teori yang ada.