Faculty of Health Technology
Permanent URI for this communityhttps://repository.unimerz.ac.id/handle/123456789/3
Browse
9 results
Search Results
Item GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN C-REAKTIVE PROTEIN (CRP) DAN JUMLAH TROMBOSIT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS FASE AWAL DAN LANJUTAN DI PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR(Perpustakaan Megarezky, 2025-08-19) SAHRINATuberkulosis (TB) adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh sehingga terjadi inflamasi. Salah satu pemeriksaan reaksi inflamasi yaitu C-Reactive Protein (CRP) merupakan penanda inflamasi dan salah satu protein fase akut. Trombosit juga berperan sebagai mediator inflamasi dan hemostatis, sehingga dapat ditemukan peningkatan jumlah trombosit pada infeksi tuberkulosis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan C-Reaktive Protein (CRP) dan jumlah trombosit pada penderita tuberkulosis pengobatan fase awal dan fase lanjutan di puskesmas jongaya makassar. Jenis penelitian deskriptif. Jumlah sampel penelitian 30 subjek, yang terdiri dari 15 fase awal dan 15 fase lanjutan. Pengambilan sampel di Puskesmas Jongaya, pemeriksaan sampel di Laboratorium Infeksi Tropis Universitas Mengarezky Makassar dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar (BBLK). Hasil penelitian didapatkan, pengobatan fase awal hasil CRP negatif 6 (40%) subjek dan CRP positif 9 (60%), jumlah trombosit normal 15 (100%) dengan nilai rata-rata 290.733 sel/µl dan pengobatan fase lanjutan hasil CRP negatif 15 (100%), hasil jumlah trombosit normal 15 (100%) dengan nilai rata-rata 282.600 sel/µl. Pada penderita tuberkulosis hasil CRP positif ditemukan pada pengobatan fase awal dan jumlah trombosit tidak ditemukan hasil meningkat pada pengobatan fase awal dan fase lanjutan.Item GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN C-REAKTIVE PROTEIN (CRP) DAN NILAI LAJU ENDAP DARAH (LED) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PENGOBATAN FASE AWAL DAN FASE LANJUTAN(Perpustakaan Megarezky, 2025-08-19) NURHIDAYAHTuberkulosis (TB) adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan reaksi inflamasi. Salah satu pemeriksaan reaksi inflamasi yaitu C-Reactive Protein (CRP) merupakan penanda inflamasi dan salah satu protein fase akut yang disintesis di hati untuk memantau secara non-spesifik penyakit lokal maupun sistemik. Selain CRP untuk melihat adanya inflamasi yaitu pemeriksaan LED, Peningkatan nilai LED menunjukkan proses inflamasi dalam tubuh seseorang, baik inflamasi akut maupun kronis dan adanya kerusakan jaringan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan C Reaktive Protein dan nilai laju endap darah pada penderita tuberkulosis pengobatan fase awal dan fase lanjutan. Metode penelitian yang digunakan metode kualitatif, jenis penelitian deskriptif. Jumlah sampel penelitian 30 subjek, 15 subjek fase awal, 15 subjek fase lanjutan. Pengambilan sampel di Puskesmas Jongaya, pemeriksaan di Laboratorium Infeksi Tropis Universitas Mengarezky Makassar. Hasil penelitian didapatkan, pengobatan fase awal hasil CRP negatif 6 (20%) subjek dan CRP positif 9 (30%), nilai LED normal 2 (6,7%), hasil LED tinggi 13 (43,3%) nilai rata-rata 19,3 mm/jam. Pengobatan fase lanjutan hasil CRP negatif 15 (50%), tidak terdapat hasil positif, hasil LED normal 5 (16,7%), hasil LED tinggi 10 (33,3%) nilai rata-rata 16,5 mm/jam. Pada penderita tuberkulosis hasil CRP positif ditemukan pada pengobatan fase awal dan nilai LED tinggi lebih banyak ditemukan pada fase awal daripada fase lanjutan.Item UJI RESISTENSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS ATAU OAT LINI KEDUA PADA ISOLAT KLINIK TBC (Tuberculosis)(Perpustakaan Megarezky, 2025-08-14) MIFTAHUL APRILIAH SABRITuberkulosis merupakan penyakit yang dapat menular secara langsung yang disebabkan oleh bakteri (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit infeksi tuberkulosis ini dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik seperti, Rifampisin (RIF), Isoniazid (INH), etambutol (EMB), streptomisin dan pirazinamid (PZA). Namun, beberapa penderita tuberkulosis telah menunjukkan terjadinya resistensi terhadap obat lini pertama ini. Sejak tahun 1980-an, kasus tuberkulosis di seluruh dunia terjadi peningkatan karena kemunculan Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis atau OAT lini kedua dari koloni Mycobacterium tuberculosis dengan menggunakan metode Mycobacterium Growth Indicator tube (MGIT) 960. Penelitian ini dilakukan laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC). Hasil uji resistensi pada obat anti tuberkulosis atau OAT lini kedua dari 20 sampel (100%) terdapat 3 sampel (15%) resistensi terhadap antibiotik amikasin, kanamisin dan ofloksasin. Artinya penggunaan antibiotik lini kedua masih efektif terhadap kasus Tuberkulosis.Item Hubungan Kadar Enzim Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT) dan Enzim Serum Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Dengan Penderita Tuberkulosis Paru Yang Mengkomsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Tahap Lanjutan(PERPUSTAKAAN MEGAREZKY, 2025-08-13) RAHMANIARTuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui udara. Penyakit ini merupakan masalah yang besar bagi negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk menurunkan tingkat parelensi penyakit tuberkulosis, maka digunakan strategi DOTS (Directly observed treatment shourtcourse) untuk mengobati penyakit tuberkulosis. Dengan mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi hati. Dimana hati merupakan pusat metabolisme obat, sehingga dengan mengkonsumsi obat OAT dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi aktivitas enzym hati yang ditandai dengan meningkatnya kadar Serum Glutamic Pyruvate Transminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dengan penderita tuberkulosis paru yang mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) tahap lanjutan. Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif cross sectional, data diperoleh secara retrospektif dari rekam medik kesehatan (RMK) pasien di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar (BBKPM) . Subjek penelitian ini adalah pasien yang mengkomsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) fase lanjut dan memiliki catatan rekam medik lengkap yang telah melakukan pemeriksaan SGPT dan SGOT. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kadar enzim SGPT dan SGOT pada pengobatan fase lanjut penderita tuberkulosis. Hal ini dilihat dari nilai signifikasi SGPT dan SGOT sebesar 0,000 (p<0,05) dan kekuatan hubungan sebesar 0,751 serta nilai signifikasi SGOT sebesar 0,000 (p<0,05) dengan nilai kekuatan hubungan 0,751 maka dihasilkan adanya hubungan yang kuat dan searah antara kadar SGPT dan SGOT pada penderita tuberkulosis yang mengkomsumsi OAT pada fase lanjuItem DETEKSIHASILPEMERIKSAANBTAMETODE ZIEHLNEELSEN PADASUSPECTTUBERKULOSISYANGPEROKOKAKTIF DANPEROKOKPASIFKOTAMAKASSAR(PERPUSTAKAAN MEGAREZKY, 2025-08-11) ANDIRESKIBASOTuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri patogen yaitu Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang paruparu yang menyebar melalui percikan air liur. Salah satu faktor risiko Tuberkulosis adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan perokok terbagi menjadi 2 perokok aktif dan perokok pasif. Hubungan perokok dengan penderita Tuberkulosis terlihat dari pengobatan yang dapat resisten dan jumlah BTA yang ditemukan. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi hasil pemeriksaan BTA pada penderita Tuberkulosis yang perokok aktif dan perokok pasif kota Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 16 sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang terbagi 8 sampel perokok aktif dan 8 sampel perokok pasif, Hasil penelitian mikroskopis BTA didapatkan 8sampel positif Tuberkulosis yang perokok aktif dengan jumlah bakteri 3 sampai 9 BTA dalam 100/LP dan perokok pasif didapatkan 8 sampel positif Tuberkulosis dengan jumlah bakteri 1 sampai 3 BTA 100/LP jadi terdapat 16respondenyangterdeteksipositifTuberkulosisItem PERBEDAAN KADAR ZAT BESI PADA KASUS Multi drug resisten Tuberculosis (MDR-TB) DAN KASUS TB BARU DENGAN METODE Enzyme-linked Immunosorbent Assay(PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-08-08) APRILIA DWI WAHYUNI LEWAHERILLATuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Proses terjadinya infeksi oleh MTB biasanya secara inhalasi, Faktor lain yang dapat menjadi sumber penularan adalah lingkungan, gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Salah satu faktor infeksi TB yaitu gizi diantaranya defisiensi zat besi. Defisiensi besi menyebabkan penurunan kemampuan netrofil untuk membunuh bakteri, mengurangi respon limfosit, mengganggu aktivitas natural killer cell (sel NK). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar zat besi pada kasus Multi drug resisten tuberculosis (MDR-TB) dan kasus TB Baru dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional study yaitu mengukur kadar zat besi dalam plasma pasien MDR-TB dan pasien TB Kasus Baru dengan ELISA. Sampel pada penelitian ini sebanyak 20 sampel pasien TB Kasus Baru dan 10 sampel pasien MDR-TB. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata kadar zat besi pada pasien MDR-TB (16,88 µmol/L) lebih rendah dibandingkan dengan pasien TB kasus baru (22,03 µmol/L). Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien MDR-TB yang telah diberi pengobatan lini 1 yaitu isoniazid dan rimpafisin mengalami defisiensi zat besi.Item “ANALISIS KADAR TUMOR NECROSIS FAKTOR-ALPHA (TNF-α) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS AKTIF DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT KOTA MAKASSAR”(UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-05-02) NADIA ANASTASIA PANGKEYTNF-α merupakan pusat dari respon imun protektif terhadap M. tuberculosis dan berperan penting dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal. TNF-α juga melakukan beberapa fungsi yang penting dalam sitokin yaitu sebagai pertahanan inang melawan M. tuberculosis selama fase akut ataupun kronis. TNF-α merupakan sitokin yang sebagian besar diproduksi oleh monosit atau makrofag dan juga TNF-α dapat diproduksi oleh banyak sel, misalnya sel mast, sel endotel, jaringan saraf, limfosit T dan B dan sel Natural Killer (NK). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar TNF-α pada penderita Tuberkulosis Aktif Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Kota Makassar. Jenis penelitian ini yaitu penelitian observasi laboratorium dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study dengan menggunakan 47 sampel plasma pada penderita tuberculosis aktif dengan menggunakan metode ELISA dan diperiksa di laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC). Hasil penelitian ini didapatkan nilai rerata kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif adalah 188,10 pg/ml. Nilai tertinggi kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif berdasarkan usia yaitu antara usia 41-51 tahun 290 pg/ml dan terendah pada usia 19-29 tahun 110 pg/ml. Sedangkan hasil berdasarkan jenis kelamin, nilai rerata TNF-α tertinggi pada laki-laki yaitu 71.66 pg/ml dan terendah pada perempuan yaitu 69.81 pg/ml. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bahwa kadar TNF-α pada penderita tuberculosis aktif didapatkan meningkat yaitu 188,1 pg/ml hal ini sesuai dengan teori yang ada.Item DETEKSI POLIMORFISME GEN NAT2 PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS ISONIAZID (INH) MENGGUNAKAN METODE PCR-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)(UNIVERSITAS MEGAREZKY, 2025-04-25) JEANE CHRISTIARA TAURANPenanganan dan pengendalian peyakit tuberkulosis (TB) menjadi semakin sulit dengan meningkatnya kasus resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) seperti isoniazid akibat ketidakpatuhan minum obat sehingga meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan hepatotoksitas. INH dimetabolisme oleh gen N-asetil transferase (NAT2). Polimorfisme gen NAT2 dapat mengganggu efektivitas pengobatan dan memicu resiko hepatotoksisitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi polimorfisme gen NAT2 yang mempengaruhi metabolisme obat anti-TB, isoniazid (INH), menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCRRFLP). Dalam penelitian ini di peroleh 10 sampel pasien TB yang menerima terapi INH di Puskesmas Ujung Pandang Baru, Kota Makassar. Hasil deteksi polimorfisme gen NAT2 menggunakan metode PCR-RFLP menunjukkan distribusi genotip NAT2 Fok1 pada 10 sampel (100%) yang memiliki alel AA (homozigot mutan). Kesimpulan ditemukan alel G yang beresiko terhadap pengobatan isoniazid (INH)Item ANALISIS KADAR LED (Laju Endapan Darah) CARA MANUAL DAN AUTOMATIC PADA PENDERITA Tuberculosis PARU(UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR, 2024-12-23) SANY SIWALETTETuberculosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Parameter LED dapat menunjukkan proses inflamasi yang terjadi pada pasien Tuberkulosis. Dan pada infeksi Tuberkulosis paru terjadi proses inflamasi, terdapat peningkatan kadar fibrinogen dan globulin plasma yang berkaitan dengan reaksi fase akut sehingga menyebabkan nilai LED meningkat. Prinsip pemeriksaan metode automatic yaitu darah yang dikumpul dalam kuvet khusus kemudian dibiarkan untuk megendap dalam alat. International Council for Standardization in Haematology (ICSH) mere-komendasikan untuk menggunakkan metode Westergreen Tes LED manual metode Westergreen Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui Analisis kadar laju endap darah cara manual dan automatic pada penderita Tuberkulosis, untuk melihat adanya inflamasi dengan mengunakan metode Autometic dan Westergreen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 20 sampel pasien positif Tuberkulosis yang sesuai dengan kriterian inklusi peneliti. Waktu penelitian pada bulan September 2022. Hasil penelitian ini diperoleh hasil dari 20 sampel pasien tuberkulosis, sebanyak 10 sampel dengan kadar LED normal (50%) dan sebanyak 10 sampel mengalami kenaikan kadar LED (50%), pada hasil penelitian ini juga tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan Laju Endap Darah yang signifikan dengan cara Automatic dan Manual. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemeriksaan LED Automatic dan Manual.